Sorogan, sebuah metode pembelajaran yang telah lama menjadi tulang punggung pendidikan di pesantren tradisional, melibatkan proses membaca kitab kuning secara langsung di hadapan seorang guru atau kiai. Metode ini menuntut santri untuk bergantian menghadap guru, membaca, menjelaskan, dan menghafal materi yang telah diberikan. Fokus utamanya adalah pada peningkatan kemampuan membaca, menghafal, dan memahami isi kitab.
Meskipun eksistensi pesantren salaf atau tradisional cenderung menurun, yang berdampak pada menurunnya praktik sorogan di banyak tempat, Sarang, Rembang, Jawa Tengah, sebuah kota yang dikenal sebagai kota santri, justru gigih mempertahankan tradisi ini. Di Sarang, sorogan bahkan menjadi program pembelajaran unggulan di pesantren-pesantrennya.
Ciri Khas dan Manfaat Sorogan :
- Pembelajaran Individu: Setiap siswa mendapat perhatian penuh dari kiai, memungkinkan proses belajar mengajar yang mendalam dan pribadi.
- Evaluasi Pemahaman Langsung: Kiai dapat langsung memberikan tingkat pemahaman siswa, mengidentifikasi kesulitan dan memberikan koreksi secara langsung.
- Peningkatan Kemampuan Komprehensif: Sorogan terbukti efektif dalam meningkatkan kemampuan membaca, menghafal dan memahami materi kitab secara menyeluruh.
Namun, metode sorogan juga memiliki tantangannya sendiri. Sifatnya yang langsung dan individu seringkali dianggap sulit dan rumit, memerlukan konsentrasi tinggi dan kesiapan mental dari siswa.
Inovasi Sorogan di STAI Al-Anwar Sarang :
Selama ini, sorogan dikenal sebagai metode pembelajaran yang eksklusif di lingkungan pesantren. Namun, Ketua STAI Al-Anwar Sarang memiliki pandangan yang berbeda. Beliau menyadari bahwa manfaat sorogan tidak hanya terbatas di pesantren, tetapi juga sangat relevan dan penting bagi Mahasiswa.
Di STAI Al-Anwar Sarang, sorogan tidak hanya menjadi pelengkap pembelajaran di pesantren bersama para Ustaz, tetapi juga menjadi wadah bagi siswa untuk belajar langsung dan mendapatkan koreksi dari para masyayikh dan kiai yang ada di kampus. Inovasi ini memungkinkan mahasiswa merasakan langsung bimbingan pribadi, layaknya di pesantren, sehingga pemahaman mereka terhadap ilmu agama menjadi lebih mendalam dan komprehensif.