
Sarang, narasigp—Bertempat di ruang baca putri seluruh mahasiswa/i PGMI hadir dalam Seminar yang bertajuk ‘Kontribusi Guru Melalui Penguatan Karakter dalam Menghadapi Revolusi Industri 4.0’. Seminar ini merupakan rangkaian acara dari peringatanHari Guru 2019 yang diadakan oleh HMP PGMI STAI Al-Anwar dengan pemateri Zakiyatun Nisa’—pengerak yayasan Umar Harun. (12/12)
Mengawali seminarnya, Nisa menjelaskan revolusi industri 4.0 adalah generasi industri ke-4. Peradaban manusia saat ini mengalami kemajuan sangat pesat, hampir semua tatanan kehidupan dapat tergantikan oleh peran teknologi. Hal ini dibuktikan dengan adanya internet sebagai jalur dunia maya untuk memudahkan pekerjaan manusia, adanya digital ekonomi dan teknologi AI (Artificial Intelegence). Kemajuan revolusi industri 4.0 malah berbanding terbalik dengan nasib pendidikan generasi di masa depan. Bahkan anak-anak millenial saat ini lebih menggemari praktikum youtuber daripada pelajaran sekolah.
“Melihat permasalahan tersebut, kita harus bergerak cepat membaca situasi. Pilih siap tertinggal atau siap berubah? Ya seperti kalian gercep dalam perkembangan fashion hypebeast dan penjualan toko online yan kini sudah menggantikan peran ruko. Terus sikap kita harus bagaimana untuk melakukan perubahan ini?” Ungkap Nisa’.
Mengutip pidato Nadiem Makarim, Mendikbud yang sempat viral. Menurut beliau perubahan tidak dapat dimulai dari atas saja. Semuanya berawal dan berakhir dari guru, jangan menunggu perintah dan segera mengambil langkah. 5 langkah melakukan pengadilan pendidikan. Pertama, ajaklah kelas berdiskusi, bukan hanya mendengar. Kedua, berikan kesempatan kepada murid untuk mengajar dikelas Ketiga, cetuskan proyek bakti sosial yang melibatkan seluruh kelas. Keempat, temukan suatu bakat dalam diri murid yang kurang percaya diri. Kelima, tawarkan bantuan kepada guru yang sedang mengalami kesulitan.

Bisa disebutkan mindset yang harus tertanam untuk melakukan perubahan dalam pendidikan yaitu kreatif, kolaborasi, komunikasi, berfikir kritis, dan compution (suasana kebatinan). Hal ini juga bisa dilakukan untuk menghadapi anak yang kurang bisa bersosialisasi dengan kehidupan nyata yaitu dengan memperbaiki stimulus respon dan quality time dengan anak tersebut.
Selain itu untuk mengimbangi revolusi 4.0 harus ada penguatan karakter dalam setiap diri subjek pendidikan. Menurut Walgati ada tiga upaya penguatan karakter, yaitu conditioning (pembiasaan), insight (pengertian), dan modelling (keteladanan). Sedangkan menurut Lickona pendidikan karakter mencakup tiga hal yaitu, mengetahui kebaikan (knowing the good), mencintai kebaikan (desiring the good), dan melakukan kebaikan (doing the good).
Sebagai penutup, Nisa’ berpesan bahwa guru adalah orang yang serba bisa. Jangan sampai berhenti karena terbatasi oleh keadaan. Semua pasti ada solusinya, dimulai dengan membaca situasi. Jadilah guru yang berdaya !. (ul)