
Sarang, Narasi gp—Mengenang 100 hari wafatnya KH. Maimoen Zubair turut hadir Kyai Thoifur asal Purworejo. Dalam sambutannya beliau bercerita tentang karomah mbah Moen yang mengungguli keutamaanya sewaktu hidup. Pada malam Jum`at menjelang wafatnya di Makkah beliau banyak mengabiskn waktu dengan Syikhona, diantarnya makan bersama satu sufroh (nampan), salat isya’ berjamaah dan salat ighlaqul a’da’ sejajar dengan mbah Moen. Beliau juga sempat berbincang lama dengan mbah Moen di tempat Sayyid Muhammad Alawi Al Maliki.
Saat terdengar kabar wafatnya mbah Moen, beliau lantas kaget. Baru saja malam Jum’at mengobrol untuk mewejangi dan menasehati beliau (red:Kyai Thoifur), malam selasa mbah Moen sudah wafat. Sebelumya, Beliau juga pernah bermimpi ditegur mbah Moen tentang cara dakwahnya di Indonesia. “Mbah Moen Memang sosok guru dhohiron wa bathinan, sampai mimpipun diperhatikan” tambahnya.
“Saya baru melihat, kyai muqim di Jawa meninggal di Makkah tapi yang bertakziah luar biasa, itu mbah Moen, dari dulu ada kyai meninggal saat musim haji yang takziah tidak ada yang seperti mbah Moen. Memang karomah setelah wafat melebihi sebelum wafatnya. Tanda qobul ‘ind Allah.” Qosidah sa’duna sangat cocok dengan potret mbah Moen, mulia dunia akhirat” jelasnya.

Beliau juga ikut mensolati jenazah mbah Moen, namun tidak bisa menjumpai proses pemakamannya, karena beliau menuju Ma’la hanya berjalan kaki. Meskipun begitu, beliau tetap membacakan surah yasin di Ma’la, sesuai tindak lampah yang dicontohkan guru-guru beliau di Madinah, Sayyid Alawi Al Maliki dan dua sahabatnya.
Kyai Thoifur menceritakan bahwa Sayyid Alawi Al Maliki bersama dua sahabatnya, Syekh Ahmad Nadhirin dan Syekh Hasan Masad sepakat akan menghadiahkan bacaan surah yasin ketika salah satu diantara mereka wafat terlebih dahulu. Ternyata yang mendahului wafat adalah Syekh Hasan Masad. Oleh karena itu, dua sahabat beliau melunasi perjanjiannya, setelah itu mereka pulang ke rumah. Dalam tidurnya, keduanya bermimpi Syekh Hasan Masad datang untuk menyampaikan pesan terimakasihnya atas berkah bacaan surah yasin beliau (red: Sy. Hasan Masad) bisa mendapat kenikmatan kubur. Hal ini disebabkan karena iman beliau berdua sangat kuat dan benar-benar يرفهع الله الذين امنوا منكم sebab yang pertama diangkat itu orang yang yakin dan iman.
“Karakteristik Mbah Moen juga mencocoki ayat tersebut. Kekuatan imannya sing mboten nguati (yang luarbiasa). Soalnya saya pernah salah ditegur beliau lewat mimpi.” jelas Kyai Thoifur.
Beberapa tahun setelahnya Sayyid Alawi menyusul ke-rahmatullah. Berbondong-bondong orang bertakziyah, saking penuhnya sampai putra beliau, Sayyid Muhammad tidak bisa mendekati makam. Namun bagi Sayyid Hasan Masad, perjanjian tersebut mampu menerobos keramaian. Padahal beliau lebih tua dibanding Sayyid Alawi. Akhirnya beliau juga bermimpi sama, Sayyid Alawi menyampaikan rasa terimakasihnya lewat alam ruh, karena ketenangan yang diberkahi oleh surah yasin. Ini adalah bukti nyata iman yang rufi’.
“Putra-putra mbah Maimun alim-alim semua, itulah contoh bahwa beliau betul-betul mencontohkan إنما يخشي الله من عباده العلماء. Semua putranya dididik menjadi ulama’. Bagaimana tidak alim, setiap malam Mbah Moen tak pernah absen salat tahajud meskipun dalam keadaan lelah. Beliau juga menyedikitkan tidur. Semoga panjenengan semua bisa mengikuti jejak beliau.” Tutur Kyai Thofur.
Di akhir mauidhohnya, beliau menuturkan keutamaan yang dimiliki Mbah Moen. Sosok kiai yang memiliki keilmuan yang tak habis dialap (diambil) oleh muhibbin-nya (pecintanya). Berwatak dermawan juga ringan bersedekah. Cocok dengankalam Allah وما يعملوا تأويله إلا الله والراسخون في العلم. (ul)