
Perjalanan jauh ditempuh mahasiswa dan dosen Prodi Ilmu Alqur’an dan Tafsir menuju Jakarta. Berangkat dari Sarang pukul 11, sampai di Penginapan Asrama Haji Pondok Gede Jakarata Timur pukul setengah tiga dini hari. Keesokan harinya pukul delapan langsung menuju gedung LPMQ yang, berjarak 3 KM dari penginapan.
Praktik Kuliah Lapangan (PKL) Prodi Ilmu Alqur’an dan Tafsir dilaksankan di Lajnah Pentashihan Mushaf Alquran (LPMQ) yang berlokasi di kawasan TMII Jakarta(18-19/11/19). PKL diikuti 100 mahasiswa, terdiri dari 70 mahasiswa dan 35 mahasiswi dan didampingi masing-masing dosen pembimbing lapangan. Hadir juga Ketua STAI Al-Anwar, KH. Abdul Ghofur Maimoen dan Kaprodi IQT KH. M. Najib Bukhori, dan juga segenap pimpinan STAI Al-Anwar.
PKL dilaksanakan selama 2 hari. Materi yang diangkat adalah Manuskrip Mushaf Alqur’an di nusantara. Di tahun sebelumnya, PKL juga dilaksanakan di tempat yang sama, tetapi dengan fokus pentashihan Alqur’an. Dalam 2 hari tersebut mahasiswa diperkenalkan tentang pentingnya belajar studi manuskrip, sejarah terkait manuskrip mushaf Indonesia, tantangan-tantangan dalam merawat manuskrip, aspek kodikologi, hingga praktik mengidentifikasi manuskrip.
Hari pertama diisi materi sejarah manuskrip dan tantangan-tantangan merawat manuskrip. Menurut Ketua Litbang LPMQ, Dr. Zainal Arifin Madzkur manuskrip mushaf di Indonesia sulit dilacak karena belum adanya keberpihakan masyarakat kepadanya. Anggapan bahwa manuskrip kuno tersebut sakral sehingga seakan tidak boleh disentuh masih banyak terjadi. “Kalau ingin membacanya harus sembelih kambing dulu atau melakukan ritual lain” paparnya.
Yang tidak kalah menjadi permasalahan selain dianggap sakral adanya komersialisasi manuskrip. Dalam hal ini banyak manuskrip yang dijual ke negera tetangga. Banyak ditemukan kasus manuskrip yang dimiliki pribadi yang sudah menyeberang ke Brunei, Malaysia dan negara lainnya setelah dijual dengan harga yang ‘wah’.
Untuk menyelamatkan manuskrip itu pada tahun 2017, LPMQ memborong 45 naskah mushaf dan 2 naskah keagamaan dari Aceh. Zainal Arifin juga sedikit memaparkan jika manuskrip tersebut dikenai harga yang mahal, antara 6 sampai 25 juta. “Indonesia adalah sentral kesultanan yang memiliki banyak sekali manuskrip. Sayangnya manuskrip tersebut banyak juga yang sudah menyeberang ke negara lain. Maka dari itu sebaiknya kita sama-sama mengkaji dan merawatnya. Itu salah satu tugas LMPQ.” Tambahnya.
Dalam pemaparannya, Kepala Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur`an Dr. Mukhlis Hanafi MA memaparkan bahwa signifikasi kajian manuskrip adalah upaya menghadirkan kembali “masa lalu” kita. Namun manuskrip yang berwujud wujud fisik yang dimiliki LPMQ lebih sedikit daripada yang berupa digital. “Sekarang sudah dikumpulkan di dalam pangkalan data yang sudah diresmikan Kementrian Agama yakni dapat diakses dengan alamat seamushaf.kemenag.go.id.” Imbuhnya.
Narasumber ketiga, peneliti muda Musthofa memberikan materi sejarah penyalinan mushaf di Indonesia. Ada hal yang menarik yang masih bisa diruntut sampai sekarang, yakni induk dari penyalinan dari mushaf ke mushaf. Pasalnya tidak mungkin jika dalam menulis mushaf murni karena hafalan. “Selain itu juga, ada beberapa mushaf kuno-kuno-an. Maksudnya adalah mushaf yang dibuat-buat seperti kuno. Diantaranya menggunakan kertas semen, dibakar sedikit, atau dibuat lecek.” Paparnya. Ia juga bercerita beberapa waktu lalu, petinggi kementrian kehutanan menemukan mushaf yang berjumlah 20 buah. Setelah dilihat ternyata mushaf tersebut kuno-kuno-an. Padahal sudah dibeli dengan harga tinggi.

Di hari kedua, materi yang disampaikan adalah tentang kajian kodikologi mushaf. Kajian kodikologi mempelajari tentang sejarah mushaf, penyalinan, pembuatan kertas dan tinta, hingga illuminasi naskah.
Pada tahap selanjutnya, di hari kedua sesi terakhir, para mahasiswa diminta praktik mengidentifikasi mushaf. Didampingi Kabid. Pengkajian Al-Qur`an Abdul Aziz, peneliti muda Abdul Hakim, dan Kasi Koleksi dan Pameran Syaifudin, secara bergantian mahasiswa maju menggunakan sarung tangan, penggaris, kuas kecil, pensil, hingga senter untuk melihat dan mempraktikan secara langsung bagaimana melakukan identifikasi manuskrip mushaf yang telah disediakan oleh tim LPMQ. Ada 3 manuskrip (dari Aceh dan Madura) yang disediakan untuk parktik. Yang menarik, satu di antara manuskrip tersebut adalah terjemah Al-Qur`an yang diyakini merupakan karangan dari kiai Kholil Bangkalan. Para mahasiswa secara bergantian melakukan identifikasi manuskrip mushaf. Meraka sangat antusias(*)